Terus terang seminggu ini memang pikiranku lagi suntuk dan buntu, hal
ini selalu terjadi bila nafsu seks-ku tak terlampiaskan. Maklum saja
biasanya aku selalu ber-o-i-nani-keke bila terangsang, namun semenjak
aku mengenal Dina, aku jadi malas untuk berbuat hal memalukan itu, aku
jadi ingin merasakan seks sesungguhnya yang selama ini aku belum pernah
merasakannya sama sekali. Kini kesempatan itu seolah telah datang, yang
semestinya semenjak dulu aku lakukan. Aku menyesal kenapa dulu tak
kuajak saja pacarku untuk ngesex, toh ia pasti mau melakukannya, karena
pacarku sangat mencintaiku. Sekaranglah saatnya aku harus melepaskan
fantasi-fantasi semu itu. Aku tahu walaupun masih SMP Dina telah naksir
berat padaku, akupun begitu padanya walaupun hanya sekedar sebatas
sayang padanya. Aku belum bisa mencintainya, karena bagaimanapun juga ia
masih sangat muda dan ia tentu belum paham arti cinta sesungguhnya.
Bagiku ia hanya sekedar tempat berbagi suka dan canda. Waktu sudah
menunjukkan pukul dua siang ketika kami berdua sampai di perumahan TS
(singkatan) di sebelah utara kawasan kota Malang (Belimbing), tempat
kakak laki-lakiku tinggal yang sedang kosong itu. Setelah menutup pagar
depan, segera kuajak Dina yang langsung menggelayut manja di sampingku
untuk masuk ke dalam rumah.
Melihat ulahnya yang menggemaskan itu tanpa terasa batang penisku
cenut-cenut mulai ereksi lagi. Aku segera memeluk tubuh bongsornya yang
seksi itu dan dengan sedikit bernafsu segera kusosor saja pipinya yang
putih mulus itu dengan bibirku. Dina sangat terkejut melihat ulahku, ia
segera menepiskan pipinya dari bibirku, aku jadi nggak enak dibuatnya.
"Eeeh.. Mas Ari.. kok gitu sih .." Dina memandangku sambil melotot
seakan menghakimiku. Namun aku dapat segera mengendalikan diri, sambil
tersenyum manis aku segera meraih tangannya dan kutarik masuk ke dalam
rumah. Setelah menutup pintu terasa sekali di dalam suasana agak
remang-remang karena memang pagi tadi sebelum balik ke rumah orangtua,
gorden sengaja tak kubuka untuk jaga-jaga saja, sapa tahu ada maling.
Sambil tetap kupegang tangannya erat-erat, kutatap wajah manisnya yang
sangat innocen itu, wajahnya masih cemberut dan kelihatan marah, tapi
aku tahu bagaimanapun juga selama 5 hari ini aku sudah yakin kalau ia
naksir berat kepadaku dan pasti ia sangat sayang kepadaku. Ini merupakan
senjata utamaku untuk mendapatkan dirinya.
Sambil tetap tersenyum manis aku berkata padanya. "Dina.. itu tadi
berarti Mas Ari sayaang sama Dina, apa nggak boleh Mas Ari ngasih sun
sayang?" rayuku.
"Mm.. Mas Ari gitu sih", Dina seakan tetap merajuk kepadaku, ia menarik
lepas tangannya dari genggamanku dan berjalan menuju ke sofa ruang tamu.
Badannya yang hanya setinggi bahuku itu digoyangkan kesal, sedangkan
pinggulnya yang bulat kelihatan seksi sekali karena ia memakai celana
ketat dari kain yang cukup tipis berwarna putih sehingga bentuk
bokongnya yang bulat padat begitu kentara, goyangan pinggulnya sangat..
sangat menawan dan bahkan saking ketatnya biasanya celana dalamnya
sampai kelihatan sekali berbentuk segitiga. Pantatnya yang bulat serasi
dengan kedua pahanya yang seksi, sedang kedua kakinya kelihatan agak
kecil, maklum masih ABG tapi menawan sekali pokoknya.
O.. iya sekedar pembaca tahu, saat itu yang saya tidak bisa lupa ia
mengenakan baju kaos putih ketat dan polos sehingga aku dapat melihat
jelas bentuk payudaranya yang walaupun tidak sebesar punya pacarku dulu,
namun kelihatan sangat kencang sekali, bundar seperti buah apel tapi
tentu saja lebih besar dari itu, kaosnya yang cukup tipis membuat
behanya yang mungil terpampang jelas sekali dan juga berwarna putih,
begitu pula dengan celana panjangnya yang juga ketat berwarna putih
kecoklatan sampai ke mata kaki. Pokoknya baju dan celana yang ia kenakan
benar-benar nge-trend dan seksi sekali, sehingga terus terang justru
kelihatan jadi sangat merangsang sekali, itulah yang salah satu aku
khawatirkan saat ngeluyur ke plaza tadi. Banyak sekali orang-orang
laki-laki tentunya menatap gemas ke tubuh Dina, karena selain ia putih
dan manis sekali, postur tubuhnya yang mulai berkembang mekar dengan
pakaian seperti itu pasti bikin jakun laki-laki naik turun. Malahan aku
tadi sempat sewot karena ada seorang bapak setengah umur yang kebetulan
lewat di samping kami di plaza sempat memelototi tubuh Dina dari atas
sampai ke bawah. Memang saat itu Dina benar-benar pamer body, nyahoo deh
pokoknya. Aku saja sempat tegang di plaza tadi gara-gara cewekku itu
apalagi orang lain. Dina menghempaskan pantatnya di sofa, aku
menyusulnya segera dan duduk rapat di sampingnya, kupandangi wajahnya
dari samping seolah-olah masih marah, bibirnya yang mungil kelihatan
basah dan ranum berwarna kemerahan tanpa lipstik. mm.. ingin rasanya aku
mengecup dan mengulum bibirnya yang menawan itu.
"Dina sayang.." rayuku semakin nekat.
"Mas Ari boleh khan cium bibir kamu, say.."
"iih.. Mas Ari ahh.." Dina semakin merajuk, tapi aku tahu pasti itu
hanya sekedar pura-pura. Aku jadi semakin berani dan bernafsu.
"Dina sayang, terus terang.. mm.. hari ini Mas Ari kepingin bersama Dik
Dina, Mas Ari ingin memberikan rasa kasih sayang Mas sama Dik Dina, asal
Dik Dina mau memberikan apa yang Mas inginkan, maukan sayang?" Tanpa
aku sadari kata-kata itu meluncur begitu saja, antara kaget dan heran
dengan ucapanku sendiri seolah-olah ada setan lewat yang memaksaku untuk
mengatakan itu.
Sementara itu mata Dina membelalak kaget ke arahku, mukanya yang manis
malah jadi kelihatan lucu. Bibirnya yang mungil merah merekah dan tampak
basah. "Maass.." Hanya kata itu yang diucapkannya, selanjutnya ia hanya
memandangku lama tanpa sepatah katapun. Aku mengambil inisiatif dengan
menggenggam erat dan mesra kedua belah tangan mungilnya yang halus
mulus.
"Dik Dina sayang.. percayalah apapun yang Mas katakan, itu bentuk rasa
cinta dan kasih sayang Mas sama kamu say, percayalah.. Mas menginginkan
bukti cintamu sekarang", Selesai berkata begitu nekat kudekatkan mukaku
ke wajahnya yang amat manis itu, dengan cepat aku mengecup bibirnya
dengan lembut. Ah, bibirnya begitu hangat dan lembut, terasa nikmat dan
maniss, mm.. hidung kami bersentuhan lembut sehingga nafasnya kudengar
sedikit kaget, namun Dina sama sekali tak memberontak, kukulum bibir
bawahnya yang hangat dan lembut, kusedot sedikit, mm nikmat, baru
pertama kali ini aku mengecup bibir perempuan, enaakk ternyata. Lima
detik kemudian, kulepaskan kecupan bibirku dari bibir Dina. Aku ingin
melihat reaksinya, ternyata saat kukecup tadi ia memejamkan kedua belah
matanya, dengan mata redup ia memandangku sedikit aneh namun wajah
manisnya begitu mempesonaku, bibir mungilnya yang kukecup tadi masih
setengah terbuka dan basah merekah.
"Bagaimana sayang.. kau bersediakah? demi aku cintamu", rayuku sambil menahan nafsu birahi yang menggelora.
Tanpa Dina sadari batang penisku sudah tegang tak terkira, sakitnya
terpaksa kutahan sekuatnya, karena posisi batang penisku sebelum ereksi
ke arah bawah dan aku tak sempat membetulkannya lagi tadi saat kukecup
bibir Dina, sehingga begitu yang seharusnya dalam keadaan bebas
mengacung ke atas kini hanya bisa mendesak-desak ke bawah tanpa bisa
bergerak ke atas. Cenut.. cenut.. cenut.. sakit rasanya. Aku berusaha
mengecup bibirnya lagi karena aku tak tahan dengan nafsuku sendiri,
namun dengan cepat Dina melepaskan tangan kanannya dari remasanku,
dadaku ditahannya dengan lembut. Mulutku yang sudah kepingin nyosor
bibirnya lagi jadi tertahan, "Mass.." Dina berbisik lirih, tatapannya
kelihatan sedikit takut dan ragu. "Dina sayang.. percayalah sama Mas",
hanya kalimat itu yang terucap selanjutnya aku bingung sendiri mau
ngomong apa, pikiranku sudah buntu oleh nafsu."
"Tapi mass, Dina takut Mas",
"Takut apa sayang, katakanlah", bisikku kembali sambil kuraih tangannya
kembali ke dalam genggamanku, sementara tanpa sadar kubasahi bibirku
sendiri tak sabar ingin mengecup bibir mungilnya lagi.
"A..aanu, Dina takut Mas Ari nanti meninggalkan Dina", bisiknya sedikit
keras di telingaku, tatapannya tampak semakin ragu. Kugenggam kuat kedua
tangannya lalu secepat kilat kugerakkan mukaku kedepan dan "Cuupp.."
kukecup sekilas bibirnya sambil berujar,
"Dina sayangku, Mas Ari terus terang tidak bisa menjanjikan apa-apa sama
kamu tapi percayalah Mas Ari akan membuktikannya kepadamu, Mas akan
selalu sayang sama Dik Dina", bujukku untuk lebih meyakinkannya.
"Tapi Mas.." bisiknya masih ragu. Aku tersenyum, nih cewek kuat juga mentalnya, nggak langsung terbawa nafsu.
Dulu pacarku saja baru kupeluk sebentar pasrahnya sudah setengah mati,
kalau aku minta keperawanannya pasti dikasihnya, aku yakin itu.
"Dina.. percayalah, apa Mas perlu bersumpah sayang, kita memang masih
baru beberapa hari kenal sayang tapi percayalah yakinlah sayang kalau
Tuhan menghendaki kita pasti selalu bersama sayang", rayuku menenangkan
perasaannya.
"Lalu kalau Dina.. sampai ha.. hhaamil gimana mass?" ujarnya sembari
menatapku takut-takut dalam keraguan. Dalam hati aku tersentak kaget,
nih cewek kok tahu yah kalau maksud sebenarku memang ingin bersebadan
dengannya. Kebetulanlah pikirku, nggak perlu aku berpura-pura lagi.
"Aah, jangan khawatir sayang, Mas akan bertanggung jawab semuanya kalau
Dik Dina sampai hamil oleh Mas yah Mas pasti mengawini Dik Dina
secepatnya, bagaimana sayang?" bisikku semakin tak sabar. Batang penisku
makin cenut-cenut selain sakit karena salah posisi juga terasa makin
membesar saja, bayangkan saja aku merasa sudah tinggal selangkah lagi
keinginanku terpenuhi, bayangan tubuh mulus, telanjang bula, pasrah,
siap untuk diperawani, siap untuk digagahi, masih ABG lagi, ahh alamak
seandainya.
Tanganku bergerak semakin berani, yang tadinya hanya meremas jemari
tangan kini mulai meraba ke atas menelusuri dari pergelangan tangan
terus ke lengan sampai ke bahu lalu kuremas lembut. Kupandangi gundukan
bulat menantang bak buah apel Malang dari balik baju kaosnya yang ketat,
BH putihnya yang kecil menerawang kelihatan penuh terisi oleh daging
lunak yang sangat merangsang. mm.. jemari tanganku gemetar menahan
keinginan untuk menjamah dan meremas gundukan payudara montoknya itu.
oohh.. dan kulirik Dina, ternyata ia masih memandangku penuh keraguan
namun aku yakin dari tatapan mataku ia pasti bisa melihat betapa diriku
telah dilanda oleh nafsu birahi yang menggelora siap untuk menerkam
dirinya, menjamah tubuhnya, meremas dan pada akhirnya pasti akan
menggeluti dirinya luar dalam sampai puas. Aku berusaha tetap tersenyum,
namun bisikan setan-setan burik di belakangku seakan menggelitik
telingaku untuk berbuat lebih nekat, ayo.. Ar perkosa saja, jangan
tunggu lama-lama, hik.. hik.. hik.., begitulah kira-kira yang kudengar.
Sialan pikirku, sedemikian ngeresnya otakku kah? Lalu kulihat bibir Dina bergerak perlahan,
"Mas.. Mas Ari harus janji dulu sebelum.." ia tak melanjutkan ucapannya.
"Sebelum apa sayang, katakanlah", bisikku tak sabar. Kini jemari tangan
kananku mulai semakin nekat menggerayangi pinggulnya yang sedang mekar
itu, ketika jemariku merayap ke belakang kuusap belahan pantatnya yang
bundar lalu kuremas gemas. Aduuh Mak, begitu lunak, hangat dan padat.
"aahh.. Mas", Dina merintih pelan. Batang penisku makin cenat-cenut tak
karuan, sakitnya nggak bisa diceritakan lagi, begitulah kalau salah
posisi, mana tegangnya sudah nggak terkontrol lagi. Sementara
setan-setan burik di belakangku mulai berjoget dangdut, terlenaa..
kuterlenaa.. persis kayak suara Ike Nurjanah.
"Iiih.. Mas aah mmas.. Dina rela menyerahkan semuanya asal Mas Ari mau
bertanggung jawab nantinya", Dina berbisik semakin lemah, saat itu
jemari tangan kananku bergerak semakin menggila, kini aku bergerak
menelusup ke pangkal pahanya yang padat berisi, dan mulai mengelus
gundukan bukit kecil bukit kemaluannya. Kuusap perlahan dari balik
celananya yang amat ketat, dua detik kemudian kupaksa masuk jemari
tanganku di selangkangannya itu dan kini bukit kecil kemaluannya itu
telah berada dalam genggaman tanganku. Dina menggelinjang kecil, saat
jemari tanganku mulai meremas perlahan terasa empuk hangat dan lembut.
Kudekatkan mulutku kembali ke bibir mungilnya yang tetap basah merekah
hendak menciumnya, namun kembali Dina menahan dadaku dengan tangan
kanannya, "eehh Mas.. berjanjilah dulu Mas", bisiknya di antara desahan
nafasnya yang mulai sedikit memburu. Kena nih cewek, pikirku menang.
"Oooh.. Dina sayang.. Mas berjanji untuk bertanggung jawab, aahh.. Mas
menginginkan keperawananmu sayang.. katakanlah", ucapku semakin ngawur
dan bernafsu. Sementara jemari tanganku yang sedang berada di sela-sela
selangkangan pahanya itu mulai gemetar hendak meremas gundukan bukit
kemaluannya lagi, satu.. dua.. ti.., setan-setan burik di belakangku
mulai ramai ngoceh seakan memberiku aba-aba,
"Ba.. baiklah Mas, Dina percaya sama Mas Ari", bisiknya lemah.
"Jadi..?" bisikku kurang yakin.
"hh.. lakukanlah mass.. Dina milik Mas seutuhnya.. hh.."
Teng.. teng.. teng.. hatiku bersorak girang seakan tak percaya, kaget
campur haru, begitu besar pengorbanannya dengan perkataannya itu.
Tetapi sungguh aku tak pernah menyangka bahwa hari ini aku akan
melakukan perbuatan yang mestinya sangat terlarang. Aku tahu nuraniku
mengatakan ini sungguh sangat berdosa besar tetapi apalah artinya kalau
nafsu telah menguasai dan mengungkungku saat itu, aku lupa diri, dan aku
tak peduli akibat selanjutnya nanti, yang terpikirkan saat itu aku
ingin segera menjamah tubuh Dina, merasakan kehangatannya, memesrainya
sekaligus merenggut dan merasakan nikmat keperawanannya sampai nafsuku
terlampiaskan.
"Benarkah..? ooh.. Dina sayangg.. cupp cupp.." Secepat kilat bibir
mungilnya yang hangat merekah kembali kukecup dan kukulum nikmat.
Kuhayati dan kurasakan sepehuh perasaan kehangatan dan kelembutan
bibirnya itu, kugigit lembut, kusedot mesra, mm nikmat. Hidung kami
bersentuhan lembut dan mesra. Dengus nafasnya terdengar memburu saat
kukecup dan kukulum bibirnya cukup lama, bau harum nafasnya begitu sejuk
di dadaku. kupermainkan lidahku di dalam mulutnya, persis seperti yang
dilakukan para bintang film Vivid, dan dengan mesra Dina mulai berani
membalas cumbuanku dengan menggigit lembut dan mengulum lidahku dengan
bibirnya. aah.. terasa nikmat dan manis saat kedua lidah kami
bersentuhan, hangat dan basah. Lalu kukecup dan kukulum bibir atas dan
bawahnya secara bergantian. Terdengar suara kecapan-kecapan kecil saat
bibirku dan bibirnya saling beradu mengecup mesra. Tak disangka Dina
dapat membalas semua kecupan dengan bergairah pula.
"aah.. Dina sayang.. kau pintar sekali, kamu pernah punya pacar yaach?"
tanyaku curiga. Mukanya yang manis kelihatan sayu dan tatapan matanya
tampak mesra, sambil bibirnya tersenyum manis ia menyahutiku.
"Mm.. Dina belum pernah punya pacar Mas, ini ciuman Dina yang pertama kok Mas", sahutnya polos.
"Kok ciumanmu pintar sekali, jangan-jangan Dik Dina sering nonton film
porno yaa?" godaku. Dina tersenyum malu, dan wajahnya pun tiba-tiba
bersemu merah, ia menundukkan mukanya, malu.
"I..iya Mas.. beberapa kali di video", sahutnya terus terang sambil
tetap menundukkan muka. Aku tersenyum lega, ternyata ia masih real
virgin, belum pernah ada cowok yang menyentuhnya selain aku. Waah..
betapa beruntungnya aku.